Darurat Literasi

Darurat Literasi Menghantui Sekolah Dasar di Seluruh Dunia

Duniaedukasi – Darurat Literasi kembali menjadi sorotan utama dalam laporan terbaru UNESCO Global Education Monitoring (GEM) 2025. Laporan tersebut mengungkap fakta mengejutkan: 6 dari 10 anak usia sekolah dasar di dunia tidak mampu membaca kalimat sederhana atau melakukan perhitungan dasar. Kondisi ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga mulai merambat ke sistem pendidikan di negara maju yang sebelumnya di anggap stabil.

Istilah “learning poverty” atau kemiskinan pembelajaran kini menjadi istilah kunci dalam perdebatan global mengenai kualitas pendidikan dasar. Anak-anak pergi ke sekolah, duduk di ruang kelas, bahkan mengikuti ujian—namun tanpa benar-benar mendapatkan fondasi belajar yang esensial. Darurat Literasi bukan hanya soal kemampuan akademik, tapi tentang kegagalan sistem pendidikan memenuhi hak anak untuk belajar secara bermakna.

Bukan Sekadar Akses, Tapi Mutu Pembelajaran

Darurat Literasi tidak semata-mata disebabkan oleh kurangnya akses ke sekolah. Faktanya, angka partisipasi sekolah dasar di banyak negara telah mendekati 100%. Yang menjadi masalah utama adalah kualitas pembelajaran. Banyak guru tidak mendapat pelatihan yang memadai, kurikulum terlalu padat, dan metode pengajaran belum sepenuhnya ramah anak.

“Chronoskincare: Rahasia Merawat Kulit Sesuai Jam Biologis”

Sebagian besar anak dari keluarga miskin atau daerah terpencil menjadi korban pertama. Mereka masuk sekolah dengan hambatan bahasa, gizi buruk, atau bahkan trauma lingkungan—namun tidak mendapat dukungan yang mereka butuhkan untuk berkembang. Dalam konteks inilah Darurat Literasi menjadi panggilan mendesak untuk melakukan reformasi pendidikan yang lebih menyeluruh dan berbasis bukti.

Solusi Global untuk Menjawab Darurat Literasi

Menjawab Darurat Literasi, beberapa negara mulai bergerak cepat. Ethiopia, Kenya, dan Vietnam menunjukkan peningkatan signifikan dalam tingkat literasi melalui program pelatihan guru, intervensi membaca dini, serta pemantauan berbasis data. Teknologi juga mulai dilibatkan, seperti pembelajaran berbasis aplikasi dan asesmen digital di daerah tanpa infrastruktur memadai.

UNESCO menyerukan kolaborasi global: antara pemerintah, LSM, lembaga donor, dan masyarakat sipil untuk mempercepat reformasi pendidikan dasar. Tujuannya bukan sekadar menambah bangku sekolah, tetapi memastikan setiap anak yang duduk di sana benar-benar bisa membaca, menulis, dan menghitung. Jika tidak ditangani segera, Darurat Literasi ini akan berdampak panjang terhadap ketimpangan sosial, pengangguran, dan stagnasi ekonomi dalam beberapa dekade ke depan.

Darurat Literasi adalah krisis global yang nyata. Di butuhkan perubahan sistemik, pendekatan inovatif, dan komitmen politik yang kuat untuk memastikan setiap anak memiliki hak dan kemampuan dasar dalam belajar.

“Stop Mengikis Kulitmu! Gerakan Anti-Overexfoliation Menguat”